Ketika bayi mulai merangkak menyentuh semua yang bisa mereka sentuh. 
Mereka ingin mengenal benda-benda di sekitarnya: colokan 
listrik, bola, karet, jari ibunya, pasir, tanah, daun, sendal. Kadang 
mereka sentuh-sentuh, geser-geser, angkat, remas, bahkan dimasukkan ke 
mulut, meski benda tersebut berbahaya sekalipun.
Ketika mereka mulai bicara, mereka banyak bertanya kepada 
orangtuanya. Dan sebagian orangtua 
sampai kewalahan dengan pertanyaan-pertanyaan anak tersebut. Ketika anak bertanya, itu pertanda anak 
penasaran. Penasaran adalah ekspresi dari rasa keingintahuan. 
Keingintahuan adalah modal besar dari belajar. Keingintahuan adalah 
modal sejati dari belajar yang sebenarnya. Maksudnya yang membuat anak 
benar-benar mau belajar secara alamiah.
Adakalanya kita pun lagi repot, kita lagi 
terburu-buru, kita lagi banyak urusan, atau karena kita tidak tahu semua
 jawaban yang ditanyakan anak, kita tak bisa menjawab semua pertanyaan 
anak. Semua itu wajar. Tapi sungguh kita tak berhak untuk mematikan 
penasaran anak. Ketika 
penasaran anak mati, sejak saat itulah potensi belajar anak (yang 
sebenarnya) mati!
Jika
 kita tidak tahu jawaban dari pertanyaan anak, kita jangan pernah sok tahu, 
dengan alasan demi menjaga kredibilitas anak. Kita bukan kamus besar yang pasti tahu semua yang ditanyakan anak. Menjadi orangtua cerdas bukan berarti kita
 menguasai semua yang ditanyakan anak. Tugas kita hanyalah menjadi fasilitator bagi anak untuk mencintai 
pengetahuan.
Dengan metode yang tepat, belajar 
akademik, belajar eksploratif, belajar kehidupan, belajar agama, atau 
belajar apapun sesungguhnya dapat diminati, dinikmati oleh semua anak.